Senin, 18 Juli 2016

Pukul 01:30

“Bersama hembusan angin musim dia sudah berlalu. Sudah terlalu jauh juga kurasa, takkan mungkin terlihat lagi. Meski sepintas masih kucium aroma-aroma kemesraan dan kedongkolan saat itu. Sungguh membuatku rindu akan 6 tahun silam saat bersamanya. Entah angina mana yang membawanya kembali menyejeukkan malam-malamku. Entah syair siapa yang membuatku terngiang akan kata cintanya”. Kemudian reihan menepukku dari belakang sambil memeluk gitarnya yang saat itu memecah bathinku.
“ rok*k dulu bang !, (Tawarnya padaku).
Biar gak apakali, Hahaha !.
“ Ya han. Kau ini, bikin kaget awak aja yekan !.
Selow lah bang !, abang pun keras kali mikirnya. Macam mikiri  Negara kutengok.
“ Bising lah kau han,. (maksudku untuk menutup candaan).

            Sebenarnya aku masih ingin menyendiri kala itu, berharap tak satupun orang yang terbangun dari lelapnya malam. Pukul 01.30 memang saat – saat dimana imajinasi menjadi mesin waktu yang seolah tak ingin memulangkanku ke keadaan yang nyata. Aku menikmatinya, sambil aku memperbaiki apa – apa yang sudah menjadi kesalahnku hingga sampai saat ini tersesesalkan. Raungan luka yang pernah kurasakan benar – benar kurasakan seperti yang pernah terjadi dahulu. Saat melihatnya sudah berpaling secepat otakku dalam memikirkan alasan untuk membohonginya. Dan kurasa takkan terulang lagi sampai kapanpun. Ku teguk kopi hangat yang manis dan kental ini, untuk mengingatkan ku bahwa hidpuku sekarang juga masih bisa merasakan kemanisan – kemanisan tatapan manja para gadis yang ada disekitarku. Meski begitu, aku tak lelah ketika setiap malam harus berjalan dengan mesin waktuku. Bernostalgia mengenangnya pada 1 tahun terkahir ini. Semenjak aku lebih mengenal keluarganya yang tak sengaja karna profesiku.